Satu-persatu

Ini adalah sebuah cerita tentang ujian hebat dikeluarga kami. 


26 September 2020

Pagi hari Ibu Mertua sesak mafas, kebetulan rumah kami berdekatan. Dan suami saya lgsg membawa mama ke rs.. setelah diperiksa diagnosa dokter mama ada gangguan di paru-paru, dan juga serangan jantung. Sehingga dirawat di ICU selama 5 hari




Sebelum masuk di ruang ICU, mama harus menjalani rapid tes terlebih dahulu, dan alhamdulillah hasilnya non reaktiv. 



Setelah 3 hari dirawat di ruang ICU, alhamdulillah kondisi mama mertua membaik dan boleh pindah keruang rawat biasa. 2 hari setelahnya, mama mertua diizinkan pulang kerumah karena kondisi yang semakin membaik. 

Sampai di rumah, mama mertua masih lemas dan tidak nafsu makan. Hari kedua di rumah, mama mulai drop kembali. Mama seperti kesusahan bernafas, dan keluarga memutuskan untuk dipasang oksigen karena sebelumnya juga di rumah sakit mama menggunakan selang oksigen. 

3 hari, 4 hari dirumah, kondisi mama semakin memburuk, saturasi oksigen sangat rendah, dan jika tertidur beliau seperti lupa untuk bernafas. Tidak ada lagi nafas spontan, harus dibangunkan, diingatkan untuk bernafas. Padahal selang oksigen masih terpasang tapi beliau tidak bisa menghirup oksigen itu secara spontan.

Kondisi mamapun terus memburuk, sebelumnya keluarga tidak ingin memberitahukan kepada sodara2 mama bahwa mama sedang sakit. Tapi hari itu tanggal 2 oktober, mama meminta untuk bertemu adiknya yang ke empat, dan kelima. Dan malam itu datanglah adik2 mama, dan turut juga datang kakak dan abang mama. Semua saling mendoakan, saling memaafkan. 

3 Oktober 2020 

Kondisi mama terus memburuk. Mama mertua dibawa ke rumah sakit yang berbeda dari yang sebelumnya. Karena terpikir, untuk mencari second opinion atas penyakit mama. 

Di rumah sakit yg kedua ini mama mertua diharuskan untuk diswab terlebih dahulu karena menurut dokter mama merupakan suspect covid. 


Dan karena suspect covid, mama harus dirawat di ruang isolasi covid dimana tidak boleh ditemani. Suami saya dan saudara lainnya kurang setuju. Mengingat kondisi mama yang susah bernafas. ( Mohon maklum atas minimnya ilmu kami) 

Akhirnya suami dan keluarga memutuskan membawa mama pulang kerumah lagi, sambil menunggu hasil swab. Di rumah sakit yang kedua ini selain di swab, mama mertua juga di rapid tes dengan hasil non reaktiv. 

Di rumah, mama mertua dirawat bergantian oleh suami, abang, kakak, dan adik suami saya. Malam hari, kondisi mama terus memburuk, mama seperti tidak sadarkan diri lagi. Dan mama pun dilarikan langsung ke rumah sakit yang pertama. Karena hasil swab yang belum keluar, mama hanya bisa diberi tindakan di ruang UGD. 

Tengah malam itu, 4 Oktober 2020 pukul 02.35.. Ibu mertua saya berpulang ke rahmatullah. 


Belum.. cerita ini belum sampai pada klimaksnya. 

Rumah sakit menyaratkan untuk alm Ibu dipulangkan/dimakamkan secara covid. Setelah 2x hasil rapid tes menunjukkan hasil non reaktiv, anak2 alm tidak setuju jika almh dimakamkan secara covid. Namun pihak rs memberi persayaratan agar keluarga membuat surat pernyataan bahwa keluarga bertanggung jawab atas resiko yang diambil. 

Jenazah dibawa pulang ke rumah 


Saudara, tetangga, kerabat, mulai berdatangan memberi doa kepada almh ibu mertua kami. Almh disolatkan dan dimakamkan setelah zuhur. 

Tamu terus berdatangan mengucapkan bela sungkawa, mengirim doa. Sampai malm hari, waktunya semua istirahat stelah dua minggu yang melelahkan. 

Tapiii belum.. cerita ini belum selesai. 

Sekitar pukul 10 malam, suami saya mendapat whatsapp dari teman yang bekerja di Dinas kesehatan bahwa hasil swab almh menunjukkan hasil positif covid. 

Malam itu suami saya tidak berdaya membacanya, dia melanjutkan tidurnya. Hingga subuh datang. Dia membangunkan saya memberitahu kabar ini. Sedih yang baru saja kami derita langsung bercampur dengan panik dan takut. 

Apa yang harus kami lakukan? Banyak keluarga, tetangga, kerabat yang datang mendoakan, yang memandikan, yang menguburkan. Apa yang harus kami lakukan... ?? 

Dzikir tak terlepas terucap dari mulut ini. Mengucap istighfar atas apa yang terjadi. 

Akhirnya, suami saya pagi itu juga memberitau semua tetangga, saudara, kerabat yang datang bahwa hasil swab almh mama mertua positif. 

Dihujat? Pasti.. ada yang ketakutan dan tidak terima. Kami terima dengan besar hati. 

Berat sekali rasanya. Sedih atas ditinggal almh belum terobati, didatangi dengan kabar buruk akan hasil swab positif ini. Pagi itu kami sekeluarga melakukan swab tes. Dan sembari menunggu hasil kami tetap dirumah untuk melakukan isolasi mandiri. 


2 hari kemudian hasil swab keluar, dan ayah mertua, abang ipar juga istrinya, adik suami saya dinyatakan positif covid. 

Berat sekali menerima kenyataan ini. 
Tapi saya yakin Allah bersama kami. Ujian ini dari Allah. Saya yakin.. 

Saya mencoba menyabarkan suami saya.. alhamdulillah saya dan suami negativ covid. Namun keluarga yang positif dirawat di rumah sakit untuk mendapat penanganan yang lebih baik. 

Sehari, dua hari, suami saya baik2 saja, sehat2 saja. Hari ketiga suami saya demam. Dia bilang mungkin kecapekan karena tidak ada istirahat. Hari ke empat kondisi suami saya semakin memburuk, dadanya seperti terhimpit benda berat keluhnya. Badannya lemas, tidak bisa duduk apalagi berdiri. Hari kelima saya memutuskan agar suami dirawat saja dirumah sakit.


Tanggal 11 okt, di rumah sakit karena suspect covid jadi harus diisolasi dan tidak boleh ditemani. Dan saya tinggal bertiga saja dirumah bersama kedua anak saya. 


Tanggal 12 Okt, dokter bilang ada infeksi di paru2 suami saya. Hati saya retak, saya menangis sejadinya2 memeluk guling, bersembunyi agar anak2 saya tidak lihat. Ketika anak2 saya minta makan, maka saya hapus air mata, saya masak, suapi mereka seperti biasa. Walau sesekali saat mengaduk masakan saya menangis, saya tapi kembali berusaha tegar didepan mereka. 


Tanggal 13 oktober suami saya mengabarkan dia positiv covid. Harus pakai selang oksigen karena saturasi oksigen yg rendah, dan keadaan paru2 yang infeksi kiri kanan. Saya berusaha tenang ketika ditlv.. saya berusaha tidak menampakkan kegusaran hati saya sedikitpun. Setelah menutup telv, barulah saya menangis sejadi2nya..





Setelahnya saya hapus air mata, saya angkut kedua anak saya untuk melakukan swab test. 


Tanggal 14 oktober, indra penciuman saya mulai tidak berfungsi. Bau minyak kayu putih, parfum, bau anak2 saya tidak bisa lagi saya cium. Saya menangis sejadi2nya. Saya sudah tau ini artinya sayapun positiv covid. Pikiran saya mulai nelangsa. Tapi saudara dan sahabat mengatakan "mega harus kuat, ingat anak2". Ketika mereka mengatakan "mega harus kuat" disaat itu juga air mata saya mengalir.. 


Tanggal 15 oktober, anak2 saya demam. Suami sedang dirawat di rumah sakit, saya tidak bisa mencium bau, benar2 lemas selemasnya. Saya benar2 tidak punya kekuatan sama sekali. Saya menelvon abang pertama saya, saya mengadu padanya menangis sejadi2nya, saya katakan padanya "ega gak kuat lagi bang".. dia dengan tenang menjawab "iya.. gak papa.. ketika ditimpa musibah, Allah tidak menyuruh kita untuk menjadi kuat, Allah menyuruh kita untuk bersabar. Ega sabar ya". 


Ketika mendengar itu, tangisan saya pun berhenti. Hati serasa mendapat charge, kakipun mulai terasa berani menapak. Luntur segala kelemahan. Yaaa padahal sebelumnya ketika orang blg "mega kuat ya.." saya malah menangis. 

Tapi ketika abang saya blg "kita tidak disuru menjadi kuat", malah kekuatan itupun datang. 



Yaaa sehebat itu kata2 abang saya merasuki seluruh tubuh saya.. saya pasrahkan hati saya, saya serahkan kepada Allah.. "ya Allah.. hamba ridho atas ujian ini, hamba bersabar ya Allah.. terimalah amal ibadah sabar hamba ini ya Allah". 


Keesokan paginya, 16 oktober suami saya mengabarkan saya positiv covid 19. Tapi alhamdulillah, hidayah Allah sudah sampai sbelum berita itu dikabarkan. Suami saya cemas saya akan stress, saya akan lemah. Tapi tidak. Pagi itu, tidak ada sedikit cemas pun dihati saya. Saya sudah siap menerima berita itu. Saya sudah bisikkan ke seluruh tubuh saya, bahwa saya, kami akan bersabar menerima ujian ini. 



Kurang dahsyat apa ayat2 Allah.. ❤️❤️❤️


Tanggal 17 oktober, anak2 saya sudah tidak demam, suami saya dinyatakan sudah sehat, swab test menunjukkan tidak tampak lagi virusnya. Dokter pun heran dengan apa yang terjadi. Menurut prediksinya, suami saya punya gejala sedang - berat dan biasanya paling sebentar 10 hari harus dirawat. Tapi dalam 5 hari suami saya sudah dinyatakan sehat. Maha Besar Allah.. 


Dan hari kesepuluh saya melakukan isolasi mandiri dirumah akhirnya memberanikan diri swab ulang. Dan alhamdulillah hasilnya negativ.. πŸ₯ΊπŸ₯Ί

 "Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Maha benar Allah dengan segala firmanNya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan ditiru ya.

Berbagi tips toilet training.

Cinta Jannati