Untung belum terlambat.

Di umur saya yang sudah genap 28 th. Entah berapa x saya menyakiti hati orang tua saya, Entah berapa kali saya mengecewakan mereka, entah berapa kali  air mata mereka jatuh karena saya.

Papa.. Ya.. Kali ini saya membicarakan tentang papa. Papa yang saya kenal dulunya sosok yg keras, kaku. Sekarangpun kadang begitu. Tapi skrg kumisnya tidak selebat dulu, kulitnya mulai kendur, ototnya pun sudah tidak setegang dulu. 

Papa.. Dia sosok yg pertama x mengenalkan arti kata disiplin. Dari kecil kami diajarkan untuk mengatur waktu. Dimeja blajar kami slalu ada jadwal kegiatan. Mulai dari bangun, solat, sekolah, main, solat, makan malam dan sterusnya. Kami berlima kakak beradik harus membuat jadwal kegiatan masing2. Bukan dari SMA. Tapi dari SD. 

Papa pensiun. Tidak ada kegiatan dan anak2nya pun sudah mulai berumah tangga. Dia bukan tipe laki2 yg suka duduk di kedai kopi. Bukan karena dia tidak suka kopi tapi karena baginya rumah adalah tempat paling nyaman dan bisa minum kopi tanpa syarat apapun. 

Saya, anak satu2nya yg ada dipekanbaru, dan saya tinggal satu atap dengan papa dan mama. Saya bekerja berangkat jam 7 pagi pulang jam 6 sore. Sampai rumah capek, makan, tidur.Dan semakin jarang mendengar cerita dari papa. 

Setiap naik ke kamar saya selalu pamit ke papa, "Pa.. Ega naek kamar dulu ya pa". Tapi malam ini seperti ada mesin waktu yang membuat saya kembali ke masa kecil ketika saya naik ke kamar dan melihat ayah saya makan malam sendirian. 

Saya kembali ke masa tinggal di asrama polisi, sehabis solat magrib berjamaah maka kami semua akan makan malam bersama, duduk satu meja. Lalu bercerita ttg hari yg telah dilalui. 

Air mata saya menetes. 

Jahat sekali saya rasanya. Saya membiarkan sosok yg telah membuat saya menjadi "orang" makan malam sendirian. Saya terlalu sibuk dengan keluarga kecil saya. Saya lupa, saya masih ada tanggung jawab untuk berbagi waktu untuk kedua orang tua saya. Jahat sekali saya. 

Masuk kamar, berlinang air mata. Mengingat betapa hebatnya dulu sosok itu, betapa bahagianya masa kecil saya. Betapa beruntungnya saya karena mempunyai sosok papa seperti dia. Ah.. Saya takut waktu yg saya punya habis. Saya lalu turun kebawah, mencium tangannya dan meminta maaf. Meminta maaf atas ceritanya belum sempat saya dengar, meminta maaf karena tidak lagi menyiapkan piring makan malam untuknya, meminta maaf karena membiarkan hari tuanya untuk menjaga anak saya ketika saya bekerja, meminta maaf karena baru tersadar untuk minta maaf skarang. 

Beliau merangkul saya, mengusap kepala saya dan terlihat ada titik2 air yang akan tumpah dari matanya. Ya Allah.. Ampuni saya. Ampuni saya yg terlalu sibuk dengan dunia saya sendiri dan lupa untuk berbagi waktu dengan orang yg dulunya semua waktunya untuk saya. 
Bahagiakan hari tuanya ya Allah, izinkan hamba untuk bisa menemani makan malamnya, berikanlah hamba waktu yg lebih untuk mendegarkan ceritanya, sehatkanlah dia selalu ya Allah... 

Ega sayang papa, pa. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan ditiru ya.

Berbagi tips toilet training.

Cinta Jannati